WEWENANG KEPOLISIAN DALAM MELAKUKAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Abstract
Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary cirmes, disebabkan dampaknya yang dapat merugikan perekonomian sebuah negara. Penanganan tindak pidana korupsi diberikan kewenangan pada 3 lembata yakni Kejaksaan, KPK dan Kepolisian Republik Indonesia. Ketiga lembaga negara tersebut akan berpotensi memunculkan kekaburan terhadap peradilan korupsi di Indonesia dan ketimpangan hukum dalam mengatasi kasus korupsi di Indonesia karena pada hakikatnya setiap instansi hukum baik Kepolisian, Jaksa maupun Komisi Pemberantasam Korupsi (KPK) itu sendiri memiliki aturan tersendiri terhadap penyidikan tindak pidana korupsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wewenang kepolisan dalam melakukan penyelidikan tindak pidana korupsi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konsep, dan, kasus. Adapun hasil penelitian yang diperoleh yakni Pengaturan Hukum Penyidik Kepolisian dalam memberantas tindak pidana korupsi terdapat dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab UU Hukum Acara Pidana yang mengatur fungsi, tugas, serta wewenang penegak hukum dalam penanggulangan kejahatan termasuk padanya tindak pidana korupsi serta dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 14 huruf g. Penegakan tindak pidana korupsi bukanlah tugas yang mudah karena bukan merupakan hal yang tabu yang melibatkan banyak lembaga penegak hukum, seperti: Korupsi merupakan kejahatan luar biasa dan dapat memberikan dampak yang signifikan bagi negara, tidak mudah untuk memberantasnya, dan dapat dilakukan oleh penyidik KPK Mengenai kewenangan Polri untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi, Pasal 1 ayat (4) Kitab UU Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa aparat kepolisian negara Indonesia memiliki kewenangan menurut undang-undang untuk melakukan penyidikan. Oleh karena itu, dapat dimaklumi jika ia aktif.