Struktur dan Konstruksi sebagai Agen Transformasi dalam Desain Arsitektur Nusantara
DOI:
https://doi.org/10.22225/undagi.7.1.1261.11–19Keywords:
Bugis, construction, Nusantara, Selayar, structureAbstract
The transformation of Nusantara architectures is more discussed in the variety of visual languages. The structure and construction of Nusantara architectures become an agent to form recent variants while sustaining the visual style identities. So the forces and loads resemble architectural appearance. The structure and construction that had changed, indicating the sustained development of Nusantara architectures. The houses in the South Sulawesi have presented this for instance. This study aims to examine the structural capabilities and construction of Nusantara architectures transformed into developing variants. Descriptive methods are implemented to discuss Bugis houses in Makassar and Bulukumba, and Selayar house in Selayar Island. The results present that the variants of the Nusantara architectures are formed because of the application of a structural system that does not change. It adapts to the context of the site contours and the selection of construction wood materials available on site.References
AS, Z. (2015). Wujud Arsitektural Rumah Tradisional Duri Asli di Kabupaten Enrekang. Nature: National Academic Journal of Architecture, 2(2), 264–271. https://doi.org/https://doi.org/10.24252/nature.v2i2a11
Ching, F. D. K. (2014). Architecture: Form, Space, and Order (’4). Wiley.
Hapid, A. (2010). Struktur anatomi dan sifat fisika-mekanik kayu bitti (Vitex cofassus Reinw) dari hutan rakyat yang tumbuh di Kabupaten Bone dan Wajo Sulawesi Selatan. Universitas Gadjah Mada.
Ismail, W. H. W. (2012). Cultural Determinants in the Design of Bugis Houses. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 50, 771–780. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.08.079
Marwati, M., & Andriani, S. (2017). Tipologi Bukaan Pada Rumah Tradisional Bugis di Benteng Somba Opu Makassar. Nature:National Academic Journal of Architecture, 4(2). https://doi.org/https://doi.org/10.24252/nature.v4i2a3
Muchlis, N. (2014). Eksplorasi Desain Arsitektur Nusantara Etnik Bugis dengan Algoritma Generatif. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Muchlis, N., Prijotomo, J., & Purnomo, H. (2014). Permodelan Parametrik sebagai Pemicu Kreatifitas Desain Arsitektur Etnik Nusantara yang Mengkini Studi Obyek : Rumah Bugis. 3, 733–737. Surabaya: ITS.
Nayoan, S. J., & Mandey, J. C. (2011). Transformasi sebagai Strategi Desain. Media Matrasain, 8(2).
Prijotomo, J. (2011). Dua Bangun Pokok Arsitektur Nusantara: Binubuh dan Ginanda. In Antariksa, G. W. Pangarsa, & A. M. Nugroho (Eds.), The Local Tripod: Akrab Lingkungan, Kearifan Lokal, dan Kemandirian (pp. 97–100). Malang: Arsitektur FT Universitas Brawijaya.
Prijotomo, J. (2014). Strategi dan Teknik yang Meng-kini. In J. Prijotomo, Y. Imanto, & M. M. Kardha (Eds.), Eksplorasi Desain Arsitektur Nusantara 35 Karya Pilihan Propan Sayembara Desain Arsitektur Nusantara (1st ed., pp. 20–25). Jakarta: Kompas Gramedia.
Prijotomo, J. (2018). Omo Uma Ume Omah, Jelajah Arsitektur Nusantara yang Belum Usai (J. Roosandriantini, Ed.). Surabaya: Wastu Lanas Grafika.
Sani, A. A., Supriyadi, B., & Rukayah, R. S. (2015). Bentuk Dan Proporsi Pada Perwujudan Arsitektur Vernakular Bugis (Studi Kasus : Bola Soba Di Kota Watampone,Sulawesi Selatan). Jurnal Teknik Sipil Dan Perencanaan, 17(2), 99–110. https://doi.org/https://doi.org/10.15294/jtsp.v17i2.6885
Simitch, A., & Warke, V. (2014). The Language of Architecture: 26 Principles Every Architect Should Know. Beverly: Rockport Publishers.
Sopandi, S. (2013). Sejarah Arsitektur: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sulistijowati, M. (2016). Struktur di Arsitektur Nusantara. In G. A. Susilo, P. H. Pramitasari, G. A. Putra, B. T. Ujianto, & Hamka (Eds.), Temu Ilmiah IPLBI (pp. 19–24). Retrieved from https://temuilmiah.iplbi.or.id/prosiding/
Winters, E. (2013). Architecture. In The Routledge Companion to Aesthetics (2nd ed.; B. N. Gaut & D. Lopes, Eds.). https://doi.org/https://doi.org/10.4324/9780203813034
KAJIAN PUSTAKA
Tinjauan Taman Tradisional Bali
Konsep yang diterapkan pada Pertamanan Arsitektur Tradisional Bali yaitu (Raharja, 2010):
Konsep Pemutaran Mandara Giri, konsep ini merupakan bentuk perlindungan terhadap sumber mata air alam (kelebutan) sesuai yang tersirat dalam kisah pemutaran Mandhara Giri di Ksirarnawa.
Konsep Tri Hitakarana, filsafah konsep ini mengajarkan agar umat manusia senantiasa menjaga keselarasan hubungan vertikal dengan Tuhan, hubungan horisontal dengan sesama dan alam lingkungan, serta makhluk-makhluk lain. Ini terwujud dengan "perlindungan" dan "penyelamatan" sumber mata air alam melalui pertamanan,
Konsep Tri Mandala, dalam pertamanan tradisional Bali terdapat tiga hirarki ruang ditata sesuai dengan tiga jenis aktivitas, yaitu ruang untuk aktivitas religi berada di bagian hulu (Utama Mandala), ruang untuk aktivitas manusia berada di bagian tengah (Madya Mandala) dan ruang yang bersifat pelayanan/servis berada di bagian hilir (Nista Mandala).
Konsep Kaja-Kangin (Gunung-Matahari Terbit), dalam keyakinan di Bali orientasi ruang ke arah gunung dan ke arah matahari terbit memiliki nilai suci dan religious sesuai dengan konsep sanga mandala.
Konsep Bhuana Agung – Bhuana Alit, konsep ini merupakan simbolik dua dunia, yakni "alam atas dan "alam bawahâ€. Teraplikasi pada adanya halaman luar taman simbolik dari alam bawah bernilai profane, sedangkan halaman dalam taman simbolik dari alam atas bernilai suci.
Konsep Tat Twam Asi (Ia adalah kamu), konsep ini menyiratkan adanya teritorial ruang pada taman tradisional Bali yang memunculkan makna "ruang dalam" dan "ruang luar" meski sebenarnya merupakan satu kesatuan.
Tinjauan Ruang Luar
Ruang luar merupakan lingkungan alam kita yang dapat dibedakan atas, batu, tumbuh-tumbuhan, binatang dan iklim, serta dipengaruhi hal lainnya yaitu suhu, kelembaban udara, cahaya dan bobot beserta perwujudan materi, yaitu padat, cair, dan gas (Frick, 1996). Ruang luar sering disamakan dengan ruang terbuka, pada dasarnya ruang terbuka merupakan suatu wadah yang dapat menampung kegiatan aktivitas tertentu dari warga lingkungan tersebut baik secara individu atau secara kelompok (Hakim, 1987). Bentuk ruang terbuka ini sangat tergantung pola dan susunan massa bangunan. Pengertian dan batasan pola ruang terbuka adalah bentuk dasar ruang terbuka di luar bangunan, yang dapat digunakan oleh publik (setiap orang), dan memberi kesempatan untuk melakukan bermacam-macam kegiatan.
Tinjauan Kenyamanan Termal
Penciptaan kenyamanan termal terdapat enam variable yang harus diperhatikan, yaitu (Fanger, 1970): (1) Temperatur udara, (2) Temperatur radian rata-rata, (3) Kecepatan udara relative, (4) Kelembaban udara relative, (5) Tingkat aktifitas, (6) Thermal resistance dari pakaian. Enam faktor tersebut dikelompokan menjadi dua. Pertama, faktor klimatis yang meliputi temperatur udara, temperatur radiasi, kecepatan udara dan kelembaban. Kedua, faktor personal yang meliputi tingkat metabolisme yang ditentukan oleh faktor aktivitas dan tingkat resistensi dari pakaian yang ditentukan oleh faktor pakaian (Sugini, 2007).
Untuk menyeragamkan persepsi tentang tingkat kenyaman termal yang dirasakan oleh seseorang, diperlukan suatu satuan pengukur. (Fanger, 1982) menyatakan skala indeks ini merupakan standar perhitungan tingkat kenyamanan untuk daerah beriklim sedang. Skala indeks PMV adalah prediksi sensasi termal rata-rata, yang menghubungkan antara sensasi termal dengan kombinasi dua variable personal dan empat variable iklim (Sugini, 2007). Sensasi termal diskalakan dengan menggunakan tujuh titik skala psikofisis dari ASHRAE yaitu: -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3 yang memiliki kondisi “dingin, sejuk, agak sejuk, netral atau nyaman, agak hangat, hangat, dan panasâ€.
METODE
Penelitian ini akan dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen menggunakan teknik simulasi. Metode penelitian eksperimen menggunakan metode simulasi sebagai teknik penelitian yang utama, selanjutnya hasil dari simulasi akan digunakan untuk mengidentifikasi pola sebaran kondisi termal yang dipengaruhi oleh elemn ruang luar dan pola penataan taman air dengan konsep Arsitektur Tradisional Bali.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Termal Taman Tirta Gangga
Analisis pada obyek penelitian ini dilakukan selama tiga hari, tiga titik, dan tiga waktu yang berbeda.