Perlindungan Hukum Dokter dalam Memberikan Visum Et Repertum Psikiatrikum pada Orang Dengan Gangguan Jiwa yang Melakukan Tindak Pidana
Abstract
Hukum wajib melindungi kepentingan setiap individu. Perbuatan melanggar hukum dapat dikenakan sanksi, salah satunya pidana. Seseorang baru mampu mempertanggungjawabkan pidana apabila memenuhi unsur-unsur keadaan jiwa dan kemampuan jiwa yang baik. Maka, sebagai upaya keadilan dalam memutuskan perkara, keterangan saksi ahli sangat diperlukan, yakni berupa Visum et Repertum Psikiatrikum (VeRP). Seorang dokter, khususnya psikiater, wajib memberikan keterangan apabila diminta oleh penegak hukum. Perlu ada perlindungan hukum bagi dokter agar dalam menjalankan tugasnya tidak bayangi kekhawatiran bahwa keterangannya dianganggap tidak benar. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Teknik pengumpulan data menggunakan metode studi kepustakaan dari data primer dan sekunder. Dari hasil penelitian diketahui bahwa permintaan bantuan tenaga ahli diatur dalam ketentuan KUHAP dan dokter wajib memberikan keterangan apabila diminta oleh penegak hukum. Penyusunan VeRP diatur dalam Permenkes RI Nomor 77 Tahun 2015. Dalam memberikan keterangan selaku saksi ahli, dokter dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tetang Perlindungan Saksi dan Korban.
References
Afandi. (2011). Visum et Repertum Tata Laksana dan Teknik Pembuatan. Jakarta: UR Press. Pekanbaru.
Ali, M. (2015). Dasar-dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.
Darmawati, A. N. dan. (2022). Pokok-Pokok Hukum Pidana. Jakarta: Setara Press.
Dirjosisworo, S. (2014). Penganta r Ilmu Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hadjon, P. M. (1987). Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu.
Ikbal, Suhendar, dan I. (2019). Buku Hukum Pidana. Banten: Unpam Press.
Irwansyah. (2021). Penelitian Hukum: Pilihan Metode & Praktik Penulisan Artikel. Yogjakarta: Mirra Buana Media.
James Midgley, et. al. (2000). “The Handbook of Social Policyâ€, dalam Michelle Livermore. London: Sage.
Kakunsi, S. (2016). Perlindungan Hukum Terhadap Dokter sebagai Saksi Ahli Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014. Jurnal Lex Crimen, 5(1).
Kusmayadi. (2013). Penegakan Hukum terhadap Dokter yang Menolak Pembuatan Visum et Repertum dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kalimantan Barat), Untan. Jurnal Mahasiswa S2 Hukum, 2(1).
Lasut, M. (2016). Visum et Repertum Sebagai Alat Bukti dalam Tindak Pidana Pembunuhan Berencana. Jurnal Lex Crimen, 5(3).
Makanoneng, D. (2016). Cacat Kejiwaan sebagai Alasan Penghapus Pidana. Lex Crimen, 5(4).
Marzuki, P. M. (2005). Penelitian Hukum. Surabaya: Prenadamedia Group.
Maslim, R. (2021). Buku Ringkasan Diagnosis Gangguan Jiwa berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ-III, DSM-5, ICD-11. Jakarta: Pamulang.
Moeljanto. (1993). Asas Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Mompang, L. P. (2005). Pokok-pokok Hukum Penitensier di Indonesia. Jakarta: UKI Press.
Nurhidayat, W. dan. (2003). Psikiatri Forensik. Jakarta: EGC.
Prakoso, D. (1988). Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di dalam Proses Pidana. Yogyakarta: Liberty.
Raharjo, S. (2000). Ilmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Rusianto, A. (2016). Tindak Pidana & Pertanggungjawaban Pidana Tinjauan Kritis Melalui Konsistensi Antara Asas, Teori, dan Penerapannya. Jakarta: Prenadamedia Group.
Safrizal. (2018). Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Penderita Shizophrenia Berdasarkan Undang-Undang Hukum Pidana. JOM, Fakultas Hukum Universitas Riau, 5(2).
Saleh, R. (1983). Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Dua (2) Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana. Jakarta: Aksara Baru.
Soeparmono. (2001). Keterangan Ahli dan Visum Et Repertum dalam Aspek Hukum Acara Pidana. Semarang: Paradigma Press.
Taylor, J. G. dan P. J. (2014). Forensic Psychiatry: clinical, legal and ethical issues, Second Edition. New York: CRC Press.
Yunara, E. (2014). Pertanggungjawaban Pidana Perseroan Terbatas (PT) Di Indonesia. Medan: (Disertasi) Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Kompas. Pria ODGJ di Bali Diduga Tusuk Ibu Tiri hingga Tewas, Sebelumnya Pernah Bunuh Ibu Kandung. https://denpasar.kompas.com/read/2022/09/19/212201978/pria-odgj-di-bali-diduga-tusuk-ibu-tiri-hingga-tewas-sebelumnya-pernah?page1, diakses pada 10 Maret 2023, 20.00 Wita.
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, Situasi Kesehatan Jiwa di Indonesia, 2018, https://pusdatin.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-Kesehatan-Jiwa.pdf, diakses pada 27 Februari 2023, 23.00 WITA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes) Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Jiwa untuk Kepentingan Penegakan Hukum