Penerapan Hukum Pidana Mati Bersyarat Dalam KUHP Baru di Hubungkan dengan Asas Kepastian Hukum
Abstract
Sanksi pidana telah diatur pada Pasal 10 KUHP, salah satunya pidana pokok hukuman mati. Namun pada pelaksanaanya terhadap penerapan sanksi pidana mati terhadap pelaku tindak pidana masih menjadi perdebatan yang cukup serius terhadap eksekusi mati yang masih relatif tidak memberikan kepastian hukum, terlebih setelah disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ada sebuah terobosan baru bahwa hukuman pidana mati bukan lagi pidana pokok melainkan pidana khusus yang diancamkan secara alternatif atau menjadi pidana mati bersyarat dengan diberikan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun. Tujuan dari penelitian yaitu: menganalisis urgensi penjatuhan pidana mati bersyarat di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan mengkaji beberapa norma, spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif da teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah: Urgensi Pidana mati dapat dilaksanakan menurut undang-undang republik indonesia nomor 1 tahun 2023 tentang kitab undang-undang hukum pidana, setelah berkelakuan baik dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh), mendapatkan persetujuan dari Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung, kemudoan hukumannya dapat berubah menjadi pidana penjara seumur hidup. Pemberian pidana mati besyarat sebagaimana di dalam Pasal 100 ayat (4), ada sebuah kata frasa “dapatâ€, hal ini justru akan memberikan sebuah ketidakpastian ketika dapat di ganti atau tidaknya pidana mati menjadi pidana seumur hidup. Hal ini batas waktu masa percobaan pidananya terlalu lama, kemudian proses peradilan tidak memiliki kepastian akan putusan yang didapatkannya serta belum diatur jelas mengenai batas waktu terbitnya keputusan presiden tersebut.
References
A.M, H. (1983). Pidana Mati di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Gardner, J. (2004). Crime: in Proportion and in Perspective dalam Andrew Ashworth and Martin Wasik (Ed), Fundamentals of Sentencing Theory. Oxford University Press.
Hudson, P. (2000). Does the Death Row Phenomenon Violate a Prisoner’s Human Rights under International Law? European Journal of International Law.
Kartanegara, S. (1998). Hukum Pidana: Kumpulan Kuliah Bagian Satu. Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa.
Lindsey, T. (2018). Indonesian Constitutional Reform: Muddling Towards Democracy. In Public Law in East Asia.
Moeljatno. (1999). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bumi Aksara.
Muladi. (1990). Proyeksi Hukum Pidana Materiil Indonesia di Masa Datang. Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNDIP.
Muladi. (1994). Proyeksi Hukum Pidana Materiil Di Masa Datang. Semarang: Badan Penerbit Undip.
Nandang Sambas, A. M. (2019). Perkembangan Hukum Pidana dan Asas-Asas Dalam RKUHP. Bandung: Refika Aditama.
Putra, R. S. P. (2016). Problem Konstitusional Eksistensi Pelaksanaan Pidana Mati Di Indonesia. Diponegoro Law Journal, Universitas Diponegoro.
Rahardian, R. (2016). Kebijakan Formulasi Sanksi Pidana Mati Dalam Hukum Pidana Indonesia. Diponegoro Law Journal.
Roby Anugrah, R. D. (2021). Kebijakan Formulasi Pidana Mati Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Iindonesia. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia.
Sambas, N. (2007). Penerapan Pidana Mati Dalam Hukum Pidana Nasional Dan Perlindungan Hak Azasi Manusia. Jurnal Syiar Hukum.
Soemitro, R. H. (1988). Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Widayat, L. S. (2016). Pidana Mati Dalam Ruu Kuhp: Perlukah Diatur Sebagai Pidana Yang Bersifat Khusus. Jurnal Negara Hukum.