EKSISTENSI SANKSI ADAT KASEPEKANG DI DESA ADAT BANJAR CUKCUKAN DESA MEDAHAN KECAMATAN BLAHBATUH KABUPATEN GIANYAR
Abstract
Adat dan kebiasaan masyarakat Hindu di Bali dipelihara, dibina, dan dipimpin oleh suatu lembaga yang dinamakan Desa Adat yakni suatu desa yang berbeda status, kedudukan, dan fungsinya dengan desa dinas (desa administratif pemerintahan ), baik ditinjau dari segi pemerintahan maupun dari sudut pandang masyarakat. Sanksi adat kasepekang ini sudah sering kali berjalan dan dikenal sangat luas di seluruh wilayah adat di Bali. Penerapan sanksi adat di Desa Adat Banjar Cukcukan Desa Medahan Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar dan bagaimanakah hambatan-hambatan dalam penerapan sanksi adat di Desa Adat Banjar Cukcukan Desa Medahan Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar. Metode penelitian empiris menggunakan teori receptie, teori receptio in complexu dalam konsep negara hukum untuk mengkaji fenomena yang terjadi saat ini dalam ketertiban kehidupan masyarakat khususnya di Desa Adat Banjar Cukcukan Desa Medahan Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar didasari pada Peraturan Daerah Bali Nomor 4 Tahun 2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sanksi adat kasepekang dilaksanakan oleh pimpinan adat yaitu Kelihan Banjar atau Kelihan Adat dengan tahapan – tahapan berupa memberikan petuah (pitutur ayu), memberikan teguran – teguran (penglemek) sampai pada disisihkan (Kasepekang) dari kegiatan organisasi sosial masyarakat banjar. Tujuan dapat dibedakan dengan desa dinas yang definisinya bahwa mengatur hukum sesuai dengan hukum pemerintahan nasional yang secara hirarki kepemerintahan merupakan struktur pemerintah pusat terbawah yang bertugas di suatu wilayah kelurahan atau desa dinas, sedangkan desa adat atau desa pakraman mengatur hukum sesuai dengan hukum di desa pakraman (hanya khusus di wilayah desa tersebut). Hal ini diharapkan agar warga menjadi sadar dan mengikuti apa yang menjadi kesepakatan masyarakat Banjar Adat.