Paradigma Hakim Pengadilan Agama di Sumatera Utara Terhadap Kewarisan Anak Zina Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010

  • Wilda Lestari Magister Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan
  • Syafruddin Syam Magister Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan
  • Akmaluddin Syaputra Magister Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan
Keywords: Paradigma, Hakim, Waris, Anak Zina

Abstract

Fokus penelitian adalah bagaimana kedudukan anak zina dalam kewarisan sebelum dan sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, dan paradigma hakim Pengadilan Agama di Sumatera Utara terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Model penelitian (mode of inquiry) penelitian ini adalah kualitatif. Pada akhirnya penelitian ini menunjukkan bahwa paradigma hakim Pengadilan Agama di Sumatera Utara terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, jika dimaknai dari sudut perlindungan anak bagi golongan anak sebagai putusan yang progresif sesuai dengan tuntutan rasa keadilan setiap anak, untuk mendapatkan pemenuhan hak keperdataannya jika orang tuanya tidak melakukan pengakuan atau pengesahan terhadapnya. Sedangkan jika dimaknai dari sudut hukum waris, maka Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 dimaksudkan terhadap anak yang dilahirkan dari orang tuanya telah dilangsungkan perkawinan menurut hukum agama dan kepercayaannya, bukan anak yang dilahirkan dari orang tuanya yang belum/tidak pernah terikat perkawinan sama sekali. Sehingga kepada anak zina yang sama sekali tidak memiliki hubungan pernikahan diantara kedua orang tuanya, dan menjadikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 sebagai dasar agar anak zina tersebut mendapat waris dari ayah biologisnya tidak begitu serta dapat diterima, karena di dalam hukum Islam telah diatur dengan tegas tentang status dan hak dari seorang anak hasil zina, sehingga dengan memberlakukan kewarisan kepada anak zina akan menimbulkan penolakan umat Islam di Indonesia.

References

Burhani, H. M. (1985). Sadd Az-Zari’ah. Kairo: Universitas Kairo.

Dja’far, M. (2007). Polemik Hukum Waris. Jakarta: Kencana Mas.

Fatwa. (2012). Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia,Fatwa MUI Nomor 11 tahun 2012. Jakarta: Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia.

Hasan, M. (2011). Pengantar Hukum Keluarga. Bandung: Bandung: Pustaka Setia.

Islam, K. U. W. A. (1995). Kuwait: Al Mausu’ah Al Fiqhiyah. Jakarta: Dar Salasil.

Nawawi, Hadari, M. M. (1996). Penelitian Terapan. Jogjakarta: Gajah Mada University Press.

Pancasilawati, A. (2022). Perlindungan Hukum bagi Hak-Hak Keperdataan Anak Luar Kawin. STAIN Samarinda, 6(2).

Salman, O. dan M. H. (2002). Hukum Waris Islam. Bandung: PT Refika Aditama.

Shabuny, M. A. (1981). Tafsir Ayatil Ahkam. Damaskus: Maktabah Ghozali.

Sunggono, B. (1997). Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Syafi’i, M. bin I. (1998). Al-Bayan. Beirut: Dar al-Fikr.

Zuhaili, W. (2012). Fiqih Imam Syafi’i: Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-Quran dan Hadits, (terj: Muhammad Afifi dan Abdul Hafiz), cet.2. Jakarta: Al-Mahira.

Published
2023-08-09
Abstract viewed = 66 times
PDF (Bahasa Indonesia) downloaded = 47 times