Ko-Eksistensi Hukum Negara dan Hukum Adat Bali Dalam Pengangkatan Anak (Studi di Desa Adat Lantangidung, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar)
Abstrak
Perkawinan Adat Bali mengikuti garis darah laki-laki (patrilineal), maka mempunyai anak laki masih menjadi tujuan sebuah perkawinan. Mengangkat anak (sentana peperasan) adalah sebuah pilihan jika keluarga tidak mempunyai keturunan untuk melanjutkan kewajiban terhadap keluarga dan masyarakat. Beberapa kasus pengangkatan anak seperti dalam kasus pengangkatan anak di Desa Lantangidung Gianyar Bali yang diangkat dalam penelitian ini sebagai studi kasus. Masalah yang diangkat adalah bagaimana sahnya pengangkatan anak secara Hukum Adat Bali maupun Hukum Negara serta kedudukan anak angkat dalam keluarga dan masyarakat menurut Hukum Adat Bali. Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan hukum masyarakat khususnya mengenai perpaduan Hukum Adat Bali dan Hukum Negara dalam hal pengangkatan anak. Pendekatan empiris dipakai guna melihat perpaduan Hukum Adat Bali dan Hukum Negara. Kesimpulan yang didapat bahwa: ko-eksistensi hukum adat Bali dan hukum negara dalam pelaksanaan pengangkatan anak perlu lebih diperjelas dengan lebih detail dengan urutan pelaksanaan yang mudah dipahami sehingga kedudukan anak angkat dalam keluarga dan masyarakat juga menjadi kuat.
Referensi
Artadi, I. K. (2017) Hukum Adat Bali dengan aneka masalahnya. Denpasar: Pustaka Bali Post
Gosita, A. (1998). Masalah Perlindungan Anak. Jakarta: Akademi Pressindo.
Korn, V. E. (2013). Bentuk-Bentuk Sentana menurut Hukum Adat Bali Masa Kolonial. Denpasar: Udayana University Press.
Panetje, G. (1989). Aneka Catatan Tentang Hukum Adat Bali. Denpasar: Guna Agung.
Soepomo, R. (2000). Bab-bab Tentang Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramita.
Saragih, D. (1984). Pengantar Hukum Adat Indonesia. Bandung: Tarsito.