Penguasaan Tanah Warisan yang dikuasai tanpa Persetujuan Ahli Waris Lain

  • Ida Ayu Putu Suwarintiya Faculty Of Law, Universitas Warmadewa
  • I Ketut Sukadana Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Denpasar, Bali-Indonesia
  • Ni Gusti Ketut Sri Astiti Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Denpasar, Bali-Indonesia

Abstract

Traditional inheritance law has a collective, major, and individual system. Indigenous peoples in Bali have a system of inheritance which is based on a system called patililinial, which has the understanding that male or male descendants are preferred for inheriting from their families. Problems regarding land tenure without the consent of heirs often occur because the heirs only prioritize their own interests without prioritizing common interests, namely the interests of the entire extended family in the distribution of inheritance. This research was analyze the distribution of inheritance in the traditional legal system of inheritance in Bali and the legal consequences of inherited land without the consent of other heirs? The research method used is normative legal research, namely by conducting a literature study and writing in a descriptive manner from primary and secondary legal materials using the Supreme Court Decision Number 1899 K/Pdt/ 2008. The result of research is distribution of inheritance in the customary law system in Bali, based on a family system including the patrilineal system, that this system draws the lineage of men which means that the right to inherit this system is boys. The legal consequences of inherited land without the consent of other heirs will result in a dispute between the heirs who can take the court if the problems that occur cannot be resolved through a customary institution. So to the heirs who adhere to the Balinese inheritance customary law system in its distribution, carried out with the knowledge of all family members, especially the heirs concerned and with the knowledge of the traditional village. This division of inheritance is based on the nature of Balinese inheritance customary law which adheres to the principle of kinship and deliberation from all legitimate heirs. Hukum adat waris mempunyai sistem kolektif, mayorat, dan individual. Masyarakat adat di Bali memiliki sistem untuk mewaris yang dimana berdasar pada sistem yang disebut patrilinial, yang mempunyai pengertian bahwa keturunan pria atau laki-laki lebih diutamakan untuk mewaris di keluarganya. Permasalahan mengenai penguasaan tanah tanpa persetujuan ahli waris sering terjadi dikarenakan para ahli waris tersebut yang hanya mengutamakan kepentingan tersendiri tanpa mengutamakan kepentingan bersama yaitu kepentingan seluruh keluarga besarnya dalam pembagian waris. Penelitian ini menganalisis tentang pembagian harta (tanah) warisan dalam sistem hukum adat waris di Bali dan akibat hukum tanah warisan yang dikuasai tanpa persetujuan dari ahli waris lain. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu dengan melakukan studi kepustakaan dan penulisan secara deskriptif dari bahan hukum primer dan sekunder menggunakan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1899 K/Pdt/2008. Hasil penelitian ini menemukan pembagian harta warisan dalam sistem hukum adat di Bali, berdasarkan sistem kekeluargaan termasuk sistem patrilinial, bahwa sistem ini melihat dan mengutamakan keturunan laki-laki artinya yang berhak mewaris dalam sistem ini adalah anak laki-laki. Akibat hukum dari tanah waris yang dikuasai tanpa persetujuan ahli waris lain akan mengakibatkan terjadinya perselisihan antara para ahliwaris yang dapat menempuh jalur pengadilan jika permasalahan yang terjadi tidak dapat diselesaikan melalui lembaga adat. Maka kepada ahli waris yang menganut sistem hukum adat waris Bali dalam pembagiannya, dilakukan dengan sepengetahuan seluruh anggota keluarga khususnya para ahli waris yang bersangkutan dan dengan sepengetahuan desa adat. Pembagian warisan ini berdasarkan sifat hukum adat waris Bali yang menganut asas kekeluargaan dan musyawarah dari seluruh ahli waris yang sah.

References

Hadikusuma, H. (1987). Hukum Kekerabatan Adat. Jakarta: Fajar Agung. Retrieved from https://books.google.co.id/books/about/Hukum_kekerabatan_adat.html?id=IWcyAAAAIAAJ&redir_esc=y

Muhammad, B. (1995). Pokok-Pokok Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramitha.

Rialzi, M. (2016). Analisis Kasus Tentang Jual Beli Tanah Warisan Yan Belum Dibagi (Studi Putusan Mahkamah Syar’iyah Sigli Nomor: 291/PDT-G/2013/MS-SGI). Premise Law Jurnal, 12, 1–14. Retrieved from https://media.neliti.com/media/publications/164819-ID-analisis-kasus-tentang-jual-beli-tanah-w.pdf

Sitompul, A. (2018). Tinjauan Hukum Terhadap Penjualan Warisan Oleh Ahli Waris Tanpa Persetujuan Sebagian Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 96/PDT.G/2014/PTA MDN). Premise Law Jurnal, 11, 1–15. Retrieved from https://jurnal.usu.ac.id/index.php/premise/article/view/22984

Soekanto, S. (2010). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia.

Subekti. (1991). Hukum Adat di Indonesia Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Cetakan ke-4. Bandung: Alumni.

Wignjodipoero, S. (1983). Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat. Jakarta: Haji Masagung.

Windia, I. W. P., & Sudantra, K. (2006). Pengantar Hukum Adat Bali. Denpasar: Lembaga Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Udayana. Retrieved from https://scholar.google.co.id/citations?user=q63g684AAAAJ&hl=id

Wulansari, D. (2010). Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama.

Published
2019-12-17
Abstract viewed = 707 times
PDF (Bahasa Indonesia) downloaded = 15843 times